Minggu, 22 Mei 2011

PRE EKLAMSI

PREEKLAMSI

BAB I
PENDAHULUAN


Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Upaya pencegahan terhadap penyakit ini dengan sendirinya akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas tersebut. Untuk itu diperlukan bukan hanya pengetahuan mengenai patofsiologi tetapi juga cara-cara deteksi dini dan cara intervensi terhadap perubahan yang terjadi dalam proses penyakit tersebut.
Seperti diketahui, angka kematian ibu melahirkan masih tinggi. Salah satu penyebab utama kematian maternal adalah preeklampsia - eklampsia. Preeklampsia - eklampsia merupakan penyakit hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan, yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuri masif setelah minggu ke 20 dan jika disertai kejang disebut eklampsia. Diagnosis dini dan penanganan yang adekuat dapat mencegah kematian ibu akibat preeklampsia - eklampsia.
Pre-eklamsia kerap terjadi saat hamil, akibat tekanan darah yang tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urin, setelah kehamilan berusia 20 minggu. Meski 'hanya' peningkatan tekanan darah, tapi dapat berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya komplikasi pada ibu dan janin yang dikansung. Pre-eklamsi akan hilang saat melahirkan, sehingga bila pre-eklamsi terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan, dokter akan mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tapi bila pre-eklamsi terjadi di awal kehamilan, maka dokter akan berusaha memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap telah cukup untuk lahir.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Definisi

Preeklampsia - eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi di Indonesia sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi, edema dan proteinuri sangat penting dalam usaha pencegahan, di samping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain.
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria ( didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau ≥ +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna ( Pangemanan, 2002)

Epidemologi

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid.
Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup (pangemanan, 2002).

Etiologi
Etiologi dari preeklamsi pada awalnya dikenal sebagai toksemia, karena diperkirakan adanya racun dalam darah ibu hamil, namun sekarang teori ini telah dibantah, sehingga penyebab dari preeklamsi masih belum diketahui secara pasti. Namun dari beberapa sumber menyatakan bahwa preeklamsi dapat dipicu oleh:
• Kelainan aliran darah menunju rahim
• kerusakan pembuluh darah
• masalah dengan sistim ketahanan tubuh
• Diet atau konsumsi makanan yang salah.


Kriteria diagnosis preeklamsi
Kriteria diagnosis preeklampsia ringan :
1. Hipertensi antara 140mmHg/90mmHg atau kenaikan sis-tolik dan diastolik 30 mmHg/15mmHg.
2. Edema tungkai, lengan atau wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg/ minggu.
3. Proteinuri 0,3 g/24 jam atau plus 1-2.
4. Oliguri.



Kriteria diagnosis preeklampsia berat
Apabila pada kehamilan lebih 20 minggu didapatkan satu atau lebih tanda berikut: .
1.Tekanan darah > 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relaks (minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
2. Proteinuri > 5g/24 jam atau +4 pada pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguri : urine <500 ml/24 jam disertai kenaikan kreatinin plasma. 4. Gangguan visus dan serebral 5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan. 6. Edema paru dan sianosis. 7. Gangguan pertumbuhan janin intrauterin. 8. Adanya HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low platelet count) (bekti sri et all, 2008) Penanganan preeklamsi Bagi semua tenaga kesehatan, kemampuan yang perlu dimiliki pada tahap pengobatan pendahuluan ialah secepatnya dapat mendiagnosis adanya hipertensi dalam kehamilan, menentukan klasifikasinya, serta menentukan adanya penyulitpenyulit yang timbul. Tujuan pengobatan pendahuluan ialah agar penderita tidak jatuh dalam stadium yang lebih berat dan dapat segera mengatasi penyulit-penyulitnya. Tahap ini lasim disebut tahap resusitasi. Dalam memberikan pengobatan pendahuluan ini perlu diingat hal-hal yang berhubungan dengan perubahan fisiologi kehamilan normal dan patofisiologi hipertensi dalam kehamilan seperti terjadinya hipovolemia, vasokontriksi dan penurunan aliran darah pada organ-organ penting. Obat-obat yang diberikan Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai stabilitas hemodinamik dan metabolik: 1. Pemasangan infus Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G dimaksudkan agar dapat memberikan cairan infus dengan lancar dan sebagai sarana pemberian obat-obat intravena. Cairan infuse yang diberikan adalah dekstrose 5% setiap 1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml. 2. Obat-obat anti kejang a. MgS04 Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang pada eklampsia diberikan secara intravena. - Loading dose: 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama 4 menit, disusul 8 g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 g. - Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila timbul kejang lagi, dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kgbb/iv. Pada pemberian MgSO4 diperlukan pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian MgSO4 hanya 1%. Magnesium sulfat menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates dari fetus. b. Diazepam Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5% 3. Obat-obat anti hipertensi Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg. a. Klonidin Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuksuntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turn, diberikan lagi sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal. b. Nifedipin Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10 mg sub lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral. c. Hidralasin Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi dalam kehamilan. Ferris dan Burrow14 mengatakan bahwa penurunan vasospasme akan meningkatkan perfusi uteroplasenter. Obat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk tablet. 4. Diuretika Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan keadaan : a. edema paru b. payah jantung kongestif c. edema anasarka Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat menurunkan fungsi uteroplasenter. 5. Kardiotonika Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung. 6. Antipiretika Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin. 7. Antibiotika Diberikan atas indikasi 8. Anti nyeri Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin 50-75 mg sekali saja selambatlambatnya 2 jam sebelum bayi lahir. Mengingat dalam kasus rujukan preeklampsia berat - eklampsia, pos terdepan yang sering menemukan kasus ini adalah perawat atau bidan maka para petugas tersebut wajib dan harus mampu memberikan obat-obat pendahuluan yang mutlak dilakukan sebelum transportasi. Kewenangan dokter puskesmas dalam memberikan obat-obat pendahuluan dapat didelegasikan kepada perawat maupun bidan. Bila perawat atau bidan mengetahui dengan benar syarat-syarat, indikasi dan cara pemberian obat tersebut maka kecil kemungkinan terjadinya pengaruh sangkal obat-obat tersebut. Bila penderita preeklampsia - eklampsia kejang-kejang kemudian jatuh kedalam koma, maka selain diberikan pengobatan pendahuluan, perawatan pendahuluan juga penting dalam persiapan transportasi. Perlu diingat bahwa penderita koma tidak bereaksi atau mempertahankan diri terhadap: - suhu yang ekstrim - posisi tubuh yang menimbulkan nyeri - aspirasi Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah buntunya jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh ke dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atas nya terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu tindakan pertama adalah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif adalah dengan cara head tilt-chin lift atau head tilt-neck lift yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kanul orofaringeal. Hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga ancaman aspirasi bahan lambung sangat besar. Ibu hamil selalu dianggap memiliki lambung penuh, oleh sebab itu semua benda-benda yang berada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa makanan atau lendir harus diisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi yang stabil untuk drainase lendir. Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan pertama ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejangkejang tersebut. Penderita diletakkan di tempat tidur yang lebar; hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak membentur benda di sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang justru dapat menimbulkan fraktur. Beri sudip lidah dan jangan mencoba melepas sudip lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Ruangan penderita harus cukup terang. Bila kejang-kejang reda, segera beri oksigen ( Soedarmo, 2003). Tindakan obstetric 1. Konservatif Kehamilan dipertahankan , sehingga ditunggu sampai persalinan spontan. 2. Aktif ( terminasi ) Indikasi : 1. Umur kehamilan >37 minggu
2. Terdapat kegagalan terapi konservatif medicinal
 6 jam setelah pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah
 Tidak terdapat perbaiakan setelah 48 jam perawatan, dengan criteria tekanan diastolic >100 mmHg
3. Terdapat tanda-tanda gawat janin
4. Terdapat tanda-tanda IUGR
5. Terdapat HELP sindrom

Cara terminasi kehamilan
 Belum dalam persalinan
1. Induksi
2. Section sesarea
• Terdapat kontraindikasi terhadap oksitosin
• Setelah 12 jam dalam induksi tidak masuk fasa aktif
• Primigravida lebih cenderung section cesaria
 Sudah dalam persalinan
1. Kala 1 laten  seksio cesaria
2. Kala 1 fase aktif  amniotomi bila 6 jam setelah amniotomi tidak tercapai pembukaan lengkap dilakukan section cesaria
3. Kala 2  ekstraksi vacuum
Ekstraksi forsipal

BAB III
PENUTUPAN

Preeklamsi merupakan suatu syndrome yang diklasifikasikan sebagai hipertensi yang merupakan kompliksi dari kehamilan, yang biasanya muncul pada akhir kehamilan trimester kedua atau ketiga dan akan menghilang setelah janin dilahirkan. Preeklamsi ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuri yang massif. Dimana penyebab dari kelainan ini belum diketahui secara pasti namun beberapa sumber menyatakan bahwa preeklamsi ini dapat dipicu oleh Kelainan aliran darah menunju rahim, kerusakan pembuluh darah, masalah dengan sistim ketahanan tubuh, dan diet atau konsumsi makanan yang salah.
Peluang Terjadinya preeklamsi diperbesar dengan beberapa factor resiko antara lain seperti:
• Riwayat preeklamsi pada keluarga
• Kehamilan pertama
• Usia calon ibu lebih dari 35 tahun
• Obesitas
• Kehamilan kembar
• Kehamilan dengan diabetes
• Sejarah hipertensi
Preeklamsi dapat menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi yang terjadi pada Ibu dapat termanivestasi menjadi sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD).
Penanganan dari preeklmasi yang pertama adalah lakukan penanganan pada kejangnya yaitu bebaskan jalan nafas pada penderita, posisikan penderita pada keadaan cinthlit atau jawtrus, berikan 02 dengan sungkup bila perlu lakukan intubasi, kemudian posisikan penderita supaya terlindung dari trauma yang mungkin dapat terjadi ketika penderita mengalami kejang, lalu berikan obat anti kejang seperti MgSO4, kemudian berikan obat antihipertensi semisal nifedipin, kemudian observasi keadaan umum penderita, bila keadaan tidak mengalami perbaikan maka diindikasikan untuk melakukan persalinan secara cesar. Perawatan post partum dilakukan sampai dengan keadaan umum membaik yaitu dengan tetap memberikan antikonvulsan yang terus diberikan selama 24 jam post partum atau sampai kejang berhenti, terapi hipertensi tetap diteruskan apabila tekanan diastolic masih > 90 mmHg, dan tetap lakukan terus pemantauan jumlah urin.


DAFTAR PUSTAKA

Anfasa Farid et all. Standar pelayanan medik obstetri dan Ginekologi. Medicastore. 2006.

Poerwo soedarmo et all. 2003. “Cermin dunia kedokteran : kebidanan dan penyakit kandungan”. Jakarta : PT Kalbe Farma.

Subianto Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Preeklamsi Berat, medicastore.2009.

Pangemanan w. 2002. “komplikasi akut pada preeklamsia”. Palembang : UNISRI Press.

Beki sri et all. Kadar MDA dan HSP 70 pada plasenta penderita preeklamsi. Emedicine. 2008.

1 komentar: