BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Glaucoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan extravasasi glaukomatosa, neuropati saraf optic, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal (Perdami, 2002).
Neuropati optic tersebut disebabkan oleh tekanan intraocular (TIO) yang relatif tinggi, yang ditandai oleh kalainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu tinggi. Tetapi TIO relative tinggi untuk individu tersebut. Missal untuk populassi normal TIO sebesar 18 mmHg masih normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaucoma, yang disebut dengan glaucoma normotensi, atau glaucoma tekanan rendah (Suhardjo, 2007).
Di Indonesia glaucoma kurang dikenal masyarakat, padahal cukup banyak yang menjadi buta karenanya. Pada glaucoma kronik dengan sudut bilik mata terbuka misalnya, kerusakan saraf optic terjadi perlahan-lahan hamper tanpa keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan penderita datang terlambat pada dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan galukoma sudah menjadi lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran akan kesehatan atau pendidikan masih kurang, dokter perlu secara aktiv menemukan kasus glaucoma kronis, yaitu dengan mengadakan pengukuran bola mata secara rutin (Perdami, 2002).
TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi dari glaucoma sekunder, etiologinya, gejala dan tanda yang muncul, cara menegakkan diagnosanya, serta penatalaksaannya yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan saraf penglihatan akan mengakibatkan kebutaan (Perdami, 2002).
Makin tinggi tekanan bola mata makin cepat terjadi kerusakan pada serabut retina saraf optik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata normal telah memberikan kerusakan pada serabut saraf optik (Normal tension glaucoma – glaukoma tekanan rendah) (Suhardjo, 2007).
Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah. Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina sehingga mengganggu metabolisme retina, yang kemudian disusul dengan kematian saraf mata. Pada kerusakan serat saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi retina. Bila proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total (Perdami, 2002).
Klasifikasi glaucoma terdapat beberapa macam antara lain yaitu, glaucoma primer, glaucoma sekunder dan glaucoma congenital.
Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor)
Penyebab utama glaukom sekunderantara lain iridosiklitis (radang intraokular), cedera tembus, lesi corpus siliar, sinekia anterior, luksasi lensa, penyakit pembuluh darah (oklusi vena sentral, rubeosis iridis diabetes dengan neovaskularisasi di dalam sudut bilik mata, perdarahan intraokular) yang bisa mengakibatkan terjadinya apa yang dinamakan glaukoma neovaskular, tumor intraocular (melanoma uvea, retinoblastoma), fibroplasias dll. Kelainan mata tersebut dapat menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata (Suhardjo, 2007).
ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular ini, disebabkan:
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Hambatan aliran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil).
3. Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga.
4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata.
5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat misalnya steroid.
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lanjutnya. Glaucoma sekunder Merupakan glaukoma yang diketahui penyebabnya, biasanya dari penyakit mata yang lain ( Ilyas,2004 ).
Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :
- Uveitis
- Tumor intra okuler
- Trauma mata
- Perdarahan dalam bola mata
- Perubahan-perubahan lensa
- Kelainan-kelainan congenital
- Kortikosteroid
- Post operasi
- Rubeosis iridis
- Penyakit sistemik,dll.
Glaukoma sekunder, kelainannya terdapat pada :
a) Sudut bilik mata, akibat geniosinekia, hifema, stafiloma kornea dan kontusio sudut bilik mata.
b) Pupil, akibat seklusi pupil dan oklusi relative pupil oleh sferotakia.
c) Badan silier, seperti rangsangan akibat luksasi lensa.
Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk glaucoma sekunder.
Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
a. Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata.
b. Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata.
c. Katarak hiperatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan mata.
Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hiperatur. Tekanan bola mata sangat tinggi (Wijana, 1993).
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaucoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10- 15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih (Miranti, 2002).
FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:
1. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah kerusakan
2. Tekanan darah rendah atau tinggi
3. Fenomena autoimun
4. Degenerasi primer sel ganglion
5. Usia di atas 45 tahun
6. Riwayat glaukoma pada keluarga
7. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka
8. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut tertutup
9. Paska bedah dengan hifema atau infeksi ( Ilyas,2004 ).
Hal yang memperberat resiko glaukoma adalah:
a. Tekanan bola mata, makin tinggi, makin berat
b. Makin tua, makin berat
c. Resiko kulit hitam 7 kali dinbanding kulit putih
d. Hipertensi memiliki resiko 6 kali lebih sering
e. Kerja las, 4 kali lebih sering
f. Penderita mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
g. Penggunaan tembakau 4 kali lebih sering
h. Myopia, resiko 2 kali lebih sering
i. Diabetes mellitus, 2 kali lebih sering
Tanda dini glaukoma tidak boleh diabaikan, karena pemeriksaan yang dini akan memiliki prognosis yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap glaukoma secara teratur setiap tahun untuk pencegahan (Suhardjo, 2007).
KLASIFIKASI
Jenis glaucoma sekunder berdasarkan sudutnya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Uveitis
• Katarak hipermature
• Hifema
• Kerusakan akibat iridokorneal akibat trauma tumpul
• Pemakaian steroid jangka panjang
2. Glaucoma sekunder sudut terbuka
• Tumor yanh berasal dari uvea/ retina yang mendesak iris kedepan
• Neovascularisasi , missal pada retinopaty diabeticum
PATOFISIOLOGI
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.
1)Glaukoma Sekunder akibat Uveitis
Terjadi udem jaringan trabekula dan endotel sehingga menimbulkan sumbatan pada muara trabekula. Peninggian protein pada aqueous dan sel radang akan memblokir trabekula. Juga terdapat hiperekskresi karena adanya iritasi (Suhardjo, 2007).
2) Glaukoma Sekunder akibat Tumor Intra Okuler
Glaukoma terjadi karena volume yang ditempati tumor makin lama makin besar, iritasi akibat zat toksik yang dihasilkan tumor, dan sudut KOA tertutup akibat desakan tumor ke depan. Contohnya, pada melanoma dan retinoblastoma (Suhardjo, 2007).
3) Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata
Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar dan terjadilah perdarahan pada KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil pemecahan darah atau bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi yang timbul kalau TIO tidak diturunkan adalah imbibisi kornea (Suhardjo, 2007).
4) Glaukoma Sekunder akibat Perubahan Lensa
a. Dislokasi lensa (sublukasi/luksasi)
Subluksasi anterior, menekan iris posterior ke depan, sehingga menahan aliran akuos karena sudut KOA menjadi sempit. Sublukasi juga bisa ke posterior. Luksasi lensa juga bisa ke KOA (Suhardjo, 2007).
b. Pembengkakan lensa
Ini terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan menutup pupil sehingga terjadi blok pupil (Suhardjo, 2007).
c. Glaukoma fakolitik
Kapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang tinggi. Melalui tempat-tempat yang bocor keluar massa korteks, yang kemudian dimakan makrofag di KOA. Makrofag ini berkumpul di sekeliling jala trabekula dan bersama-sama material lensa akan menyumbat muara trabekula sehingga terjadilah glaukoma sekunder sudut terbuka.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atropik dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada kasus ini mekanisme terjadinya glaucoma sekunder yaitu sesuai dengan mekanisme Glaukoma Fakolitik: Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan tabekular menjadi edematousa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraocular (Suhardjo, 2007).
d. Glaukoma fakoanafilaktik
Protein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam hal ini terjadi uveitis. Protein dan debris seluler menempati sistem ekskresi dan menutup aliran akuos (Suhardjo, 2007).
5) Glaukoma Sekunder akibat Kortikosteroid
Patogenesa nya belum jelas. Sering dengan sudut terbuka disertai riwayat glaukoma yang turun temurun. Beberapa teori menyatakan bahwa terdapat timbunan glikosaminoglikan dalam bentuk polimer dalam trabekulum meshwork yang mengakibatkan biologic edema sehingga resistensi humor akuos bertambah, steroid juga diketahui dapat menekan proses fagositosis sel endotel trabekulum sehingga debris pada cairan humor akuos tertimbun di trabekulum (Suhardjo, 2007).
6) Hemorrhagic Glaucoma
Bentuk ini diakibatkan pembentukan pembuluh darah baru pada permukaan iris (rubeosis iridis) dan pada sudut KOA. Jaringan fibrovaskuler menghasilkan sinekia anterior yang akan menutup sudut KOA, akibatnya TIO meninggi, dan mata yang demikian sering mendapat komplikasi dari recurrent hyfema (Suhardjo, 2007).
PEMERIKSAAN
Sebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:
Gejala yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya. Ditambah dengan gejala dari jenis glaukoma nya, apakah sudut tertutup atau sudut terbuka.
1. Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan gejala-gejala klinik berupa nyeri pada bola mata, injeksi pada konjungtiva, melihat gambaran haloes, dan penglihatan seperti terowongan (tunnel vision). Penyakit sistemik yang mungkin mempengaruhi penglihatan atau mempengaruhi pengobatan nantinya juga perlu dianamnesis, seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit paru-paru dan kardiovaskuler, hipertensi dan berbagai penyakit neurologis lainnya perlu dianamnesis. Pada anamnesis juga harus dicantumkan riwayat ophtalmologi, baik yang sekarang ataupun yang lampau, derajat social, riwayat penggunaan tembakau dan alcohol, dan riwayat penyakit dalam keluarga (Hamurwono, 1996).
Gejala sekunder sudut terbuka
• Mata tidak terasa sakit
• Mata tenang
• Sedikit atau tidak menimbulkan keluhan
• Uveitis : apabila tidak ditangani akan menyebabkan glaucoma sekunder
• Katarak hipermature à korteks lensa mencair à katarak morgagni (lensa tenggelam kearah bawah) à bilik mata menjadi dalam à pada uji gambaran iris akan memebreikan gambaran pseudopositif
• Trauma tumpul à hifema à adanya darah di bilik mata depan à peningkatan TIO
Glaucoma sekunder sudut tertutup
• Katarak hipermature à korteks lensa mencair à katarak morgagni (lensa tenggelam kearah bawah) à bilik mata menjadi dalam à pada uji gambaran iris akan memebreikan gambaran pseudopositif
• Trauma tumpul à hifema à adanya darah di bilik mata depan à peningkatan TIO
2. Pemeriksaan pada mata
a. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihan bukan merupakan pemeriksaan yang khusus untuk glaucoma karena tajam penglihatan 6/6 belum tentu tidak ada glaucoma
b. Pemeriksaan tekanan bola mata
Tekanan bola mata tidak tetap dari hari ke hari. Ada beberapa orang dengan tekanan bola mata yang tinggi tetapi tidak memperlihatkan gejala glaucoma lainnya, sebaliknya, ada beberapa orang yang mempunai tekanan bola mata yang rendah tetapi memiliki tanda-tanda galukoma. Oleh sebab itu, pemeriksaan dengan tonometri bukan merupakan pemeriksaan satu-satunya untuk mendiagnosa glaucoma. Tekanan bola mata tidak sama pada setiap orang. Tekanan mata pada kebanyakan orang adalah di bawah 20 mmHg tanpa kerusakan saraf optic dan gejala glaucoma.
Sebagian besar penderita glaucoma memiliki tekanan lebih dari 20 mmHg. hal yang perlu dilakukan dalam mendiagnosa glaucoma adalah:
• Bila tekanan 21 mmHg, rasio kontrol C/D, periksa lapangan pandangan sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi.
• Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di atas bila masih dalam batas-batas normal mungkin suatu hipertensi okuli ( Ilyas,2004 ).
c. Pemeriksaan lapangan pandang
Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah terutama pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan sistolik 80 mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan bola mata 40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran serabut saraf retina, yang akan mengganggu fungsinya. Pembuluh darah kecil papil akan menciut sehingga peredaran darah papil terganggu yang akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada papil saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang pandangan dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma.
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada glaucoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.
d. Ophtalmoskopi.
untuk menilai kerusakan saraf optic Adanya depresi n.opticus di belakang mata akibat penekanan tekanaan intraokular. Terjadi pelebaran n.opticus yang disebut dengan cuppin. Hal ini berarti kondisi sudah dalam tahap lanjut.
e. Gonioskop
untuk menentukan jenis glaucoma Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk mengetahui jenis glaucoma terbuka atau tertuup. Pada uji gonioskopi, lensa cermin ditaruh di depan kornea sehingga dapat dilihat sudut bilik mata secara lagsung. Sudut sempit atau sudut tertutup dapat dilihat.
Pemeriksaan ini harus dilakukan rutin pada penderita glaucoma. Gonioskopi dapat menentukan apakah seseorang akan mendapat serangan glaukma sudut tertutup, sehinga ia akan mencari pengobatan segera apbila mulai terjadi serangan.
DIAGNOSIS
Tergantung penyakit dasar dan tipe glaucoma
DIAGNOSA BANDING
Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan. Goniuskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu (Perdami, 2002).
KOMPLIKASI
A. Sinelia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar (Wijana, 1993).
B. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut (Wijana, 1993).
C. Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion(Wijana, 1993) .
TATALAKSANA
Obati dulu penyakit dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya sama dengan penjelasan sebelumnya, tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan (Perdami, 2002).
Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya yaitu dengan pemberian midriatkum, steroid, obat-obbatan sitotoksik, dan pemberian siklosporin (Suhardjo, 2007).
Pada glaukom sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama turunkan dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi katarak. Sedangkan pada glaukom sekunder yang terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan obat penurun tekanan intraokuler sampai dengan dilkuakan tindakan enukleasi bulbi. Sedang glaukom yang disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati diabetikum dapat diberikan obat penurun tekanan intraokuler yang bersifat menurunkan produksi humor akuos yang dikombinasikan dengan tetes mata sikloplegik dan tetes mata steroid (suhardjo, 2007).
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal. Penangananya meliputi :
1. Medikamentosa
• Β blockers (misalnya timolol, levabunolol, carteolol, betaxolol, dan metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan menurunkan sekresi dari humor aquos . Sedian berupa obat tetes mata yang dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari (long acting), atau dapat dikombinasi dengan obat lain (Hamurwono, 1996).
•Prostaglandin analogues ( misalnya, latanoprost, travoprost, dan bimatoprost).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan melancarkan drainase dari humor aquos melalui jalur uveascleral. Dapat menurunkan tekanan intraocular hingga 30-35% ( Ilyas,2004 ).
• Sympathomimetic agents.
Adrenaline topikal, kini jarang digunakan oleh karena efektivitas yang lebih rendah dibandingkan β blockers dan efek samping obat tersebut.
• Parasympathomimetic agents (misalnya, pilocarpine).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan memperkecil diameter pupil sehingga meningkatkan drainase/aliran humor aquos ke trabecular meshwork ( Ilyas,2004 ).
• Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya, dorzolamide, brinzolamide, azetozolamide).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan menurunkan produksi humor aquos ( Ilyas,2004 ).
2. Bedah
Terapi bedah digunakan hanya apabila terapi medikamentosa tidak mampu mengobati dan menghambat progresivitas galukoma. Terapi bedah tersebut antara lain ;
• Iridectomy.
Perifer iridektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada galukoma sudut tertutup, baik pada mata yang sakit ataupun pada mata yang sehat sebagai tindakan pencegahanm (Hamurwono, 1996).
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik (Wijana, 1993).
BAB III
KESIMPULAN
Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor)
Penyebab utama glaukom sekunderantara lain iridosiklitis (radang intraokular), cedera tembus, lesi corpus siliar, sinekia anterior, luksasi lensa, penyakit pembuluh darah (oklusi vena sentral, rubeosis iridis diabetes dengan neovaskularisasi di dalam sudut bilik mata, perdarahan intraokular) yang bisa mengakibatkan terjadinya apa yang dinamakan glaukoma neovaskular, tumor intraocular (melanoma uvea, retinoblastoma), fibroplasias dll. Kelainan mata tersebut dapat menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata.
Penatalaksanaan glaucoma sekunder adalah dengan mengobati dulu penyakit dasarnya. tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan. Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal.
Daftar Pustaka
Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta.
Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia, 2002, Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, Abadi Tegal, Jakarta.